Baru kali ini saya
begitu memperhatikan segala bebunyian di lingkungan kos-kosan. Di mulai dari
sebuah lagu yang menggaung keras melalui speaker
salah satu kamar tetangga. Yang diputar masih sebangsa sama dangdut-dangdutan.
Entah karena orangnya emang suka atau emang cuma itu koleksinya. Seperti
memancing, dan mungkin mengajak tanding. Yang di kamar atas pun (kayanya punya speaker yang lebih besar) ikut memutar
tombol volume pol-polan. Lagunya gak
salah-salah... soundtrack ala
pete-pete (baca: angkot) bro!
Suara musik angkot di kamar atas mengalahkan lagu
dangdut yang terseok-seok di kamar bawah. Jadilah satu jam berikutnya suasana
bagai ada di dalam angkot walau sebenarnya cuma di dalam kamar. Semua ruangan
dijejali musik DJ abal-abal (sorry...).
Berikutnya – masih di kamar atas – gantian list lagu India. OMG! Saya tidak
mengerti dengan seleranya.
Jadi teringat saat bulan puasa yang lalu. Di hari pertama
sahur, kami kompak membuka pintu dan jendela. Suara kegiatan memasak
mendominasi di setiap kamar. Salah satu kamar mulai bersiap dengan speakernya. Lantunan lagu Maher Zein
jadi soundtrack di dini hari itu,
ludes satu album. Asyik, ya?
“Kacang rebuuss...” suara ini mengacaukan lamunanku.
Dari
dalam kamar saya bertanya-tanya, “Ada, ya, sekarang penjual kacang rebus
keliling?” Ah, ternyata suara si kurus (saya agak tidak tega menyebutnya
cungkring) tetangga kamar.
Disambut
gelak tawa dari tetangga yang lain. Seperti ajang pencarian bakat Indonesian
Idol, mereka yang lain ikut mencoba kebolehannya dalam hal tarik suara. Saya
dari dalam kamar hanya jadi pendengar – mungkin juri.
“Ikkaaaann...”
“Sate
pokeeaaa...”
“Googoooss...”
“Jaaguuunggg...”
“Nasi
kuniiiiingg...”
Lalu
terdengar suara clacksound motor khas penjual sayur, “Sayuuurr...”
Berikutnya
bunyi sendok yang beradu dengan mangkuk, mungkin mewakili penjual syomai, bakso
atau penjual roti. Ada juga yang bersiul mirip suara tema penjual es krim. Ada
yang berdehem lalu bersalam pakai gaya penjual jam tangan. "Halo! Assalammualaikum..."
Aneh,
sih. Tapi keren, kan?
Para
tetangga sedang mempertunjukkan berbagai bebunyian yang sering lalu lalang di
pintu-pintu kamar. Mereka bisa menirukan suara-suara itu nyaris sama dengan
yang asli. Saya terharu, mereka punya bakat terpendam. Dari dalam kamar, saya
hanya menyumbangkan tawa. Tergelak-gelak sendiri sambil guling-gulingan dan
mukulin meja.
Begitulah
berbagai suara yang sering kami dengar. Terkadang mengganggu, terkadang di
tunggu-tunggu. Saya membayangkan, jika sehari saja tidak terdengar salah satu pun
dari suara itu, kok rasanya jadi aneh, ya? Entahlah.
Bagaimana
soundtrack di rumahmu?*ET
Tidak ada komentar:
Posting Komentar