Jumat, 05 Juni 2015

Berlayar Bersama Rindu






Rindu. Ini adalah kisah tentang masa lalu yang memilukan. Tentang kebencian kepada seseorang yang seharusnya disayangi. Tentang kehilangan kekasih hati. Tentang cinta sejati. Tentang kemunafikan. Lima kisah dalam sebuah perjalanan panjang kerinduan.

Bagaimana dengan sedikit sinopsis di atas? Menarik kan? Awal saya tahu novel terbaru Tere Liye ini, kalau dilihat dari judul dan sinopsisnya, saya menyangka bahwa novel ini akan sangat mendalam membahas tentang sepasang kekasih, perjalanan cinta dan tentunya RINDU.

Tapi ternyata kurang tepat, sangat kurang tepat. Ada yang membuat saya terkejut dengan setting tempat kisah itu. Sebuah kapal! Bernama Blitar Holland, kapal yang membawa para penumpang haji. Mana bisa pembaca menebak bahwa kisahnya akan seperti itu coba?

Perjalanan yang panjang, kisah yang panjang. Dulu, di tahun 1938, jamaah haji melaksanakan ibadah haji selama 9 bulan. Ya, selama itu lah. Di atas kapal - yang berubah menjadi nusantara mungil - itu ada 5 pertanyaan mendapatkan jawaban pasangannya.

Saya perkenalkan para tokohnya. Ahmad Karaeng (Gurutta - ulama besar yang sangat disegani), Daeng Andipati (ayah Elsa dan Anna), Bonda Upe (guru mengaji), Ambo Uleng (kelasi tangguh), pasangan Mbah Kakung dan Mbah Putri. Serta tokoh pendukung lain seperti Kapten Philips, Istri Daeng Andipati, Sergeant Lucas, Ruben si Boatswain, Gori penjagal, Chef Lars, Elsa dan Anna. Dan masih banyak lagi. Begitu tahu ada dua gadis kecil Elsa dan Anna (kakak-adik) mengingatkanku pada film Frozen. Kok bisa sama ya? Mungkinkah Tere Liye terinspirasi dari sana? Entahlah… hanya dia yang tahu.

Pertanyaan pertama dari Bonda Upe. Masa lalunya yang kelam membuatnya tidak bebas menjalani hidup yang sekarang. Kesalahan dan aib itu terus menghantui. Gurutta-lah yang bisa menjawab pertanyaan itu.

Berikutnya dari Daeng Andipati. Orang yang selalu terlihat cukup dan bahagia. Tidak ada satu pun kekurangan dalam hidupnya. Tapi siapa sangka dia menyimpan dendam yang begitu sangat besar untuk orang yang seharusnya dia sayangi - sang Ayah. Gurutta menjawab pertanyaanya.

Ambo Uleng, pelaut tangguh dari Makassar yang punya banyak pengalaman di lautan luas. Ikut berlayar Blitar Holland hanya untuk pergi jauh, berusaha melupakan sang kekasih hati. Tapi ia patut malu pada Gurutta yang memiliki kisah cinta lebih pahit. Gurutta kembali memberi nasihat terbaiknya.

Ada sepasang manusia - Mbah Kakung dan Mbah Putri. Lambang cinta sejati yang tersuguh tiap hari di kapal itu. Sampai ketika Mbah Putri meninggal dalam sujud sholat Subuhnya di perairan Samudra Hindia, jenazahnya terpaksa dikuburkan ala pelaut (ditenggelamkan dalam laut). Ini langsung jleb!! banget di hatiku. Sesak membayangkan tubuh itu diikat bandul-bandul logam sebagai pemberat, bunyi berdebam di permukaan laut, lalu perlahan semakin turun dan menghilang. Oh, bagaimana perasaan kekasih hatinya? Mbah Kakung dilanda kesedihan. Janjinya untuk menginjak tanah suci, menghadap Allah bersama tak bisa diwujudkan. Gurutta kembali hadir sebagai penyejuk hati, penjawab pertanyaan.

Pertanyaan terakhir malah datang dari Gurutta sendiri. Selama ini dia yang menjawab keluhan dan pertanyaan, yang menunjukkan jalan terang, justru dia dilanda pertanyaan besar yang tak bisa ia jawab. Sungguh kemunafikan atas dirinya sendiri, bukan? Peristiwa kapal diserang perompak, membuat Ambo Uleng menyadarkan sang Gurutta.

Oke, itulah sedikit potongan kisahnya.

Dari semua tokohnya, saya sangat mengidolakan Anna. Gadis periang, pintar, dan selalu banyak tanya. Dia sangat membantu menghidupkan jalan cerita. Di paragraf penutup pun yang dibahas juga Anna, gadis kecil dengan wajah bulat menggemaskan.

Novel yang cerdas. Membuat emosi naik-turun. Saya kagum dengan data-data dan hasil surveinya (entah benar atau tidak, tapi menurutku pasti ada surveinya, sih). Tapi ada beberapa adegan yang diulang-ulang, membuat pembaca bosan. Ya, wajar, sih. Berminggu-minggu di kapal, aktivitasnya ya itu-itu saja.

Tapi kalau dipikir-pikir, di mana hubungannya dengan Rindu? Tetap ada, walau sebenarnya tidak begitu terlalu diperlihatkan jelas. Mungkin sengaja, biar pembaca bisa menarik makna dan kesimpulan sendiri. Yang pasti, novel ini sudah banya memberiku pelajaran tentang kehidupan. Tapi selain itu, pelajaran tentang segala aktivitas, peralatan dan semua komponen kapal lah yang sangat saya banggakan. Saya jadi jauh lebih banyak tahu.

Jadi rindu melayarkan perahu kertas di laut. Pelayaran yang panjang, membawa keluh-kesahku, rasa syukurku, dan RINDUku, untuk mereka… yang jauh di seberang sana. Dan untuk seseorang lagi yang sampai saat ini bahkan belum pernah saya kenal. (cie… puitis).*ET

Tidak ada komentar:

Posting Komentar