Rindu.
Ini adalah kisah tentang masa lalu yang memilukan. Tentang kebencian kepada
seseorang yang seharusnya disayangi. Tentang kehilangan kekasih hati. Tentang
cinta sejati. Tentang kemunafikan. Lima kisah dalam sebuah perjalanan panjang
kerinduan.
Bagaimana dengan sedikit sinopsis
di atas? Menarik kan? Awal saya tahu novel terbaru Tere Liye ini, kalau dilihat
dari judul dan sinopsisnya, saya menyangka bahwa novel ini akan sangat mendalam
membahas tentang sepasang kekasih, perjalanan cinta dan tentunya RINDU.
Tapi ternyata kurang tepat,
sangat kurang tepat. Ada yang membuat saya terkejut dengan setting tempat kisah itu. Sebuah kapal! Bernama Blitar Holland,
kapal yang membawa para penumpang haji. Mana bisa pembaca menebak bahwa
kisahnya akan seperti itu coba?
Perjalanan yang panjang, kisah
yang panjang. Dulu, di tahun 1938, jamaah haji melaksanakan ibadah haji selama
9 bulan. Ya, selama itu lah. Di atas kapal - yang berubah menjadi nusantara
mungil - itu ada 5 pertanyaan mendapatkan jawaban pasangannya.
Saya perkenalkan para tokohnya.
Ahmad Karaeng (Gurutta - ulama besar yang sangat disegani), Daeng Andipati
(ayah Elsa dan Anna), Bonda Upe (guru mengaji), Ambo Uleng (kelasi tangguh),
pasangan Mbah Kakung dan Mbah Putri. Serta tokoh pendukung lain seperti Kapten
Philips, Istri Daeng Andipati, Sergeant
Lucas, Ruben si Boatswain, Gori
penjagal, Chef Lars, Elsa dan Anna. Dan masih banyak lagi. Begitu tahu ada dua
gadis kecil Elsa dan Anna (kakak-adik) mengingatkanku pada film Frozen. Kok
bisa sama ya? Mungkinkah Tere Liye terinspirasi dari sana? Entahlah… hanya dia
yang tahu.
Pertanyaan pertama dari Bonda
Upe. Masa lalunya yang kelam membuatnya tidak bebas menjalani hidup yang
sekarang. Kesalahan dan aib itu terus menghantui. Gurutta-lah yang bisa menjawab pertanyaan itu.
Berikutnya dari Daeng Andipati.
Orang yang selalu terlihat cukup dan bahagia. Tidak ada satu pun kekurangan
dalam hidupnya. Tapi siapa sangka dia menyimpan dendam yang begitu sangat besar
untuk orang yang seharusnya dia sayangi - sang Ayah. Gurutta menjawab
pertanyaanya.
Ambo Uleng, pelaut tangguh dari
Makassar yang punya banyak pengalaman di lautan luas. Ikut berlayar Blitar Holland
hanya untuk pergi jauh, berusaha melupakan sang kekasih hati. Tapi ia patut
malu pada Gurutta yang memiliki kisah cinta lebih pahit. Gurutta kembali
memberi nasihat terbaiknya.
Ada sepasang manusia - Mbah
Kakung dan Mbah Putri. Lambang cinta sejati yang tersuguh tiap hari di kapal
itu. Sampai ketika Mbah Putri meninggal dalam sujud sholat Subuhnya di perairan
Samudra Hindia, jenazahnya terpaksa dikuburkan ala pelaut (ditenggelamkan dalam
laut). Ini langsung jleb!! banget di hatiku. Sesak membayangkan tubuh itu
diikat bandul-bandul logam sebagai pemberat, bunyi berdebam di permukaan laut,
lalu perlahan semakin turun dan menghilang. Oh, bagaimana perasaan kekasih
hatinya? Mbah Kakung dilanda kesedihan. Janjinya untuk menginjak tanah suci,
menghadap Allah bersama tak bisa diwujudkan. Gurutta kembali hadir sebagai
penyejuk hati, penjawab pertanyaan.
Pertanyaan terakhir malah datang
dari Gurutta sendiri. Selama ini dia yang menjawab keluhan dan pertanyaan, yang
menunjukkan jalan terang, justru dia dilanda pertanyaan besar yang tak bisa ia
jawab. Sungguh kemunafikan atas dirinya sendiri, bukan? Peristiwa kapal diserang
perompak, membuat Ambo Uleng menyadarkan sang Gurutta.
Oke, itulah sedikit potongan kisahnya.
Dari semua tokohnya, saya sangat
mengidolakan Anna. Gadis periang, pintar, dan selalu banyak tanya. Dia sangat
membantu menghidupkan jalan cerita. Di paragraf penutup pun yang dibahas juga
Anna, gadis kecil dengan wajah bulat menggemaskan.
Novel yang cerdas. Membuat emosi
naik-turun. Saya kagum dengan data-data dan hasil surveinya (entah benar atau
tidak, tapi menurutku pasti ada surveinya, sih). Tapi ada beberapa adegan yang
diulang-ulang, membuat pembaca bosan. Ya, wajar, sih. Berminggu-minggu di
kapal, aktivitasnya ya itu-itu saja.
Tapi kalau dipikir-pikir, di mana
hubungannya dengan Rindu? Tetap ada, walau sebenarnya tidak begitu terlalu
diperlihatkan jelas. Mungkin sengaja, biar pembaca bisa menarik makna dan
kesimpulan sendiri. Yang pasti, novel ini sudah banya memberiku pelajaran
tentang kehidupan. Tapi selain itu, pelajaran tentang segala aktivitas,
peralatan dan semua komponen kapal lah yang sangat saya banggakan. Saya jadi
jauh lebih banyak tahu.
Jadi rindu melayarkan perahu
kertas di laut. Pelayaran yang panjang, membawa keluh-kesahku, rasa syukurku,
dan RINDUku, untuk mereka… yang jauh di seberang sana. Dan untuk seseorang lagi
yang sampai saat ini bahkan belum pernah saya kenal. (cie… puitis).*ET
Tidak ada komentar:
Posting Komentar