Senin, 08 Juni 2015

Di Bahumu Aku Tertawa




Lihatkan sampulnya? Mungkin kamu bertanya, sisi apanya yang bagus tentang novel itu? Jadi begini, novel mungil setebal 222 halaman ini saya beli 18 Mei lalu dengan harga 15.000. Maklum ada pesta buku murah di Gramedia waktu itu. Novel ini karya Rini Veronica.

Yang bikin saya naksir bukan tentang judul besarnya yaitu 'Jogja' tapi caption di bawahnya 'di bahumu aku tertawa'. Widih... asyik, jadi gak sabar bacanya, apa lagi setelah baca sinopsis di sampul belakang, sepertinya menarik.

Begitu baca prolognya saya langsung tahu. Ini novel genrenya teenlit!! Ampun, dah. Sedikit menyesal juga (saya tidak pernah benar-benar menyesal membeli buku apapun). Bagi yang seusia remaja, novel ini bolehlah. Tapi untuk saya juga masih cocok kok, kan masih remaja. Hihihi... Tapi sumpah, saya sebenarnya anti teenlit!

Tapi anehnya, saya masih juga terus membaca. Terkadang saya enek juga sih kalau mulai ada kata atau kalimat ababilnya. Secara gitu, saya selalu bandingin dengan tulisannya Dee. Hehe, maap mba Rini.

Tapi (lagi), saya merasa ada sesuatu yang lumayan menarik dari kisahnya. Tokohnya yaitu Renata, Nino, Santiago, Prima, Piko, Eliana, Joey, Jonathan, Ben, Mami Ndut, dan lainnya.

Saya ceritakan sesingkat-singkatnya saja, ya. Re (Renata) sahabatan sama Nino. Karena suatu kondisi, Re terpaksa tinggal serumah sama San (Santiago). Re merahasiakan itu dari Nino, Prima dan Piko. Re mengaku kalau dia tinggal serumah sama Santi (cewek). Itu dilakukan karena Re terikat janji sama ayah San untuk menyembunyikan fakta bahwa sebenarnya San itu gay!

Tapi ternyata, dari awal Re jatuh cinta sama San. Dan dari awal pula Nino sangat mencintai Re. Re sangat merasa bersalah pada Nino karena tidak bisa membalas cintanya. Dan Re dilema karena dia mencintai laki-laki yang 'salah'. San pacaran sama Ben.

Rahasia itu terbongkar lewat Eliana, si gadis centil yang suka ngember. Persahabatan Nino dan Re hancur, begitu pula dengan Prima dan Piko. San malah terjerumus narkoba akibat ulah Ben dengan Mami Ndut sebagai bandarnya. Apa lagi lewat sekenario murahannya, Nino ketahuan malah pacaran sama Eliana.

Di saat seperti itulah Re menjalani kehidupan baru. Dia kini lebih sering bersama Joey si lelaki kaku dan misterius, dia menceritakan semua keluh kesahnya. Bahkan tinggal di rumah Joey. Mereka berdua jadi rekan kerja dalam bidang fotografi.

Eits! Ada hal lain yang membuat saya lebih greget. Dari awal cerita sampai ending, hal ini lah yang saya tunggu-tunggu kepastiannya. Apa hayo? Selain curhat ke Nino, San sampai pada Joey, Re punya teman curhat lain di dunia maya. Nama akunnya <DemitGanteng>. Wiih...

DemitGanteng inilah yang bikin saya penasaran. Di awal cerita saya menebak dia adalah Nino. Mendekati pertengahan saya balik menduganya jadi San. Tapi itu tidak lama. Saya jadi menuduh Joey! Dan setelah Re tinggal serumah bareng Joey, saya malah menerka si DemitGanteng itu adalah Jonathan (kakak Joey). Dari pertengahan sampai nyaris akhir, Joey dan Jonathan berada di posisi seimbang. Saya betul-betul tidak bisa menebaknya!

Di empat lembar terakhir adalah masa-masa menegangkan yang akan membongkar identitas DemitGanteng. Di situlah chat terpanjang antara <DemitGanteng> dan <ThinkerBell> (Re). Chat di mana Re berusaha mengungkap siapa sebenarnya teman curhatnya itu?

Halaman demi halaman saya lalui dengan was-was, penasaran, gak sabaran. Semakin jauh kalimat-kalimat itu saya baca, semakin banyak saya berseru, "tuh kan, tuh kan!" atau "ih, seriusan?!" padahal belum ketahuan itu siapa orangnya. Hahaha....

Sampai akhir chatnya masih belum juga disebutkan siapa namanya. Sama denganku, di obrolan itu Re awalnya menebak nama Nino kemudian Joey. Tapi semuanya salah. Re kemudian mengakhiri chating itu dengan senyum. Dia sudah tahu orangnya. Sama Re, saya juga sudah tahu. Hihihi....

Begini nih cuplikan setelah chating diakhiri:

Aku tiba di rumah sudah malam, kulihat Joey ketiduran di sofa, pastilah dia kelelahan, aku berhenti di depan kamar Jonathan, dan melihat ke dalam. Manusia kumuh berkacamata itu sedang sibuk mengetik, aku melihat layar komputernya, kemudian aku tersenyum, tak mau mengganggu keasyikannya.


"Aku hidup di masa kini, bukan masa lalu atau masa datang, tapi aku tidak tahu kamu hidup di mana..." gumamku.


Jonathan menoleh padaku, tersenyum kecil sambil mengedipkan sebelah matanya. Isyarat kecil itu sudah cukup bagiku untuk menemukan kunci rumah mayanya yang tak tertembus itu. Jonathan berpaling pada layar komputernya seolah aku tidak berada di luar kamarnya, menunggu sapaannya.

Oh Tuhan... saya sampai klepek-klepek. Karena saking gak nyangkanya, saya sampai memekik terkejut, lalu ketawa-ketawa konyol sambil nepuk-nepukin tangan di kasur.

Itulah kerennya novel ini. Bikin pembaca menebak-nebak. Memang sih gaya penulisannya belum begitu bagus. Tapi kalau disaring sampai yang paling inti, kisah ini luar biasa. I love it!

Eh, tapi ngomong-ngomong, mana nyambungnya sama caption 'di bahumu aku tertawa'? Nah, itu yang saya pertanyakan. Tidak ada secuil pun yang menyinggung itu. Saya juga tidak mengerti. Atau mungkin saya yang tidak jeli?

It's ok lah... jadi gak nyesel beli. Hehe....*ET

Tidak ada komentar:

Posting Komentar