Lihatkan sampulnya? Mungkin kamu
bertanya, sisi apanya yang bagus tentang novel itu? Jadi begini, novel mungil
setebal 222 halaman ini saya beli 18 Mei lalu dengan harga 15.000. Maklum ada
pesta buku murah di Gramedia waktu itu. Novel ini karya Rini Veronica.
Yang bikin saya naksir bukan
tentang judul besarnya yaitu 'Jogja' tapi caption di bawahnya 'di bahumu aku
tertawa'. Widih... asyik, jadi gak sabar bacanya, apa lagi setelah baca
sinopsis di sampul belakang, sepertinya menarik.
Begitu baca prolognya saya
langsung tahu. Ini novel genrenya teenlit!! Ampun, dah. Sedikit menyesal juga
(saya tidak pernah benar-benar menyesal membeli buku apapun). Bagi yang seusia
remaja, novel ini bolehlah. Tapi untuk saya juga masih cocok kok, kan masih
remaja. Hihihi... Tapi sumpah, saya sebenarnya anti teenlit!
Tapi anehnya, saya masih juga
terus membaca. Terkadang saya enek juga sih kalau mulai ada kata atau kalimat
ababilnya. Secara gitu, saya selalu bandingin dengan tulisannya Dee. Hehe, maap
mba Rini.
Tapi (lagi), saya merasa ada
sesuatu yang lumayan menarik dari kisahnya. Tokohnya yaitu Renata, Nino,
Santiago, Prima, Piko, Eliana, Joey, Jonathan, Ben, Mami Ndut, dan lainnya.
Saya ceritakan
sesingkat-singkatnya saja, ya. Re (Renata) sahabatan sama Nino. Karena suatu
kondisi, Re terpaksa tinggal serumah sama San (Santiago). Re merahasiakan itu
dari Nino, Prima dan Piko. Re mengaku kalau dia tinggal serumah sama Santi
(cewek). Itu dilakukan karena Re terikat janji sama ayah San untuk menyembunyikan
fakta bahwa sebenarnya San itu gay!
Tapi ternyata, dari awal Re jatuh
cinta sama San. Dan dari awal pula Nino sangat mencintai Re. Re sangat merasa
bersalah pada Nino karena tidak bisa membalas cintanya. Dan Re dilema karena
dia mencintai laki-laki yang 'salah'. San pacaran sama Ben.
Rahasia itu terbongkar lewat
Eliana, si gadis centil yang suka ngember. Persahabatan Nino dan Re hancur,
begitu pula dengan Prima dan Piko. San malah terjerumus narkoba akibat ulah Ben
dengan Mami Ndut sebagai bandarnya. Apa lagi lewat sekenario murahannya, Nino
ketahuan malah pacaran sama Eliana.
Di saat seperti itulah Re
menjalani kehidupan baru. Dia kini lebih sering bersama Joey si lelaki kaku dan
misterius, dia menceritakan semua keluh kesahnya. Bahkan tinggal di rumah Joey.
Mereka berdua jadi rekan kerja dalam bidang fotografi.
Eits! Ada hal lain yang membuat
saya lebih greget. Dari awal cerita sampai ending, hal ini lah yang saya
tunggu-tunggu kepastiannya. Apa hayo? Selain curhat ke Nino, San sampai pada
Joey, Re punya teman curhat lain di dunia maya. Nama akunnya
<DemitGanteng>. Wiih...
DemitGanteng inilah yang bikin
saya penasaran. Di awal cerita saya menebak dia adalah Nino. Mendekati
pertengahan saya balik menduganya jadi San. Tapi itu tidak lama. Saya jadi
menuduh Joey! Dan setelah Re tinggal serumah bareng Joey, saya malah menerka si
DemitGanteng itu adalah Jonathan (kakak Joey). Dari pertengahan sampai nyaris
akhir, Joey dan Jonathan berada di posisi seimbang. Saya betul-betul tidak bisa
menebaknya!
Di empat lembar terakhir adalah
masa-masa menegangkan yang akan membongkar identitas DemitGanteng. Di situlah
chat terpanjang antara <DemitGanteng> dan <ThinkerBell> (Re). Chat
di mana Re berusaha mengungkap siapa sebenarnya teman curhatnya itu?
Halaman demi halaman saya lalui
dengan was-was, penasaran, gak sabaran. Semakin jauh kalimat-kalimat itu saya
baca, semakin banyak saya berseru, "tuh kan, tuh kan!" atau "ih,
seriusan?!" padahal belum ketahuan itu siapa orangnya. Hahaha....
Sampai akhir chatnya masih belum
juga disebutkan siapa namanya. Sama denganku, di obrolan itu Re awalnya menebak
nama Nino kemudian Joey. Tapi semuanya salah. Re kemudian mengakhiri chating
itu dengan senyum. Dia sudah tahu orangnya. Sama Re, saya juga sudah tahu.
Hihihi....
Begini nih cuplikan setelah
chating diakhiri:
Aku tiba di rumah sudah malam,
kulihat Joey ketiduran di sofa, pastilah dia kelelahan, aku berhenti di depan
kamar Jonathan, dan melihat ke dalam. Manusia kumuh berkacamata itu sedang
sibuk mengetik, aku melihat layar komputernya, kemudian aku tersenyum, tak mau
mengganggu keasyikannya.
"Aku hidup di masa kini,
bukan masa lalu atau masa datang, tapi aku tidak tahu kamu hidup di
mana..." gumamku.
Jonathan menoleh padaku,
tersenyum kecil sambil mengedipkan sebelah matanya. Isyarat kecil itu sudah
cukup bagiku untuk menemukan kunci rumah mayanya yang tak tertembus itu.
Jonathan berpaling pada layar komputernya seolah aku tidak berada di luar
kamarnya, menunggu sapaannya.
Oh Tuhan... saya sampai
klepek-klepek. Karena saking gak nyangkanya, saya sampai memekik terkejut, lalu
ketawa-ketawa konyol sambil nepuk-nepukin tangan di kasur.
Itulah kerennya novel ini. Bikin
pembaca menebak-nebak. Memang sih gaya penulisannya belum begitu bagus. Tapi
kalau disaring sampai yang paling inti, kisah ini luar biasa. I love it!
Eh, tapi ngomong-ngomong, mana
nyambungnya sama caption 'di bahumu aku tertawa'? Nah, itu yang saya
pertanyakan. Tidak ada secuil pun yang menyinggung itu. Saya juga tidak
mengerti. Atau mungkin saya yang tidak jeli?
It's ok lah... jadi gak nyesel
beli. Hehe....*ET

Tidak ada komentar:
Posting Komentar