Selasa, 17 Juni 2014

Pita Merah Leony

             Suara angin menggoyangkan daun-daun jambu yang dipadukan dengan kicauan burung di sekitarnya adalah alunan musik merdu yang tersaji alami sore itu. Gynan sangat menikmatinya. Duduk didahan pohon jambu air sambil sesekali ujung jarinya menyentuh sayap kupu-kupu yang lalu lalang dipandangannya. Kupu-kupu yang berasal dari kebun bunga matahari itu memang satu-satunya teman Gynan kala itu.
            Gynan menyandarkan punggungnya di dahan sedikit condong. Kupu-kupu tadi tak kunjung berhenti lalu lalang dipandangannya. Seolah ingin mengajaknya bermain, bagai sudah akrab dengan Gynan yang baru saja kembali mengunjungi tempat itu setelah selama 3 tahun menghilang entah tak tahu rimbanya.
            Gynan masih sangat ingat bagaimana peristiwa ‘serangan badai salju’ itu terjadi. Semua itu bermula dari kejahilannya sendiri yang curang dengan mengambil secara diam-diam buah jambu yang sudah dipetikkan oleh salah satu sahabatnya. Dan ternyata dia mendapatkan balasan berupa serangan badai salju itu. Serangan itu berupa guguran jambu-jambu air karena dahan pohonnya digoyang-goyangkan oleh sahabatnya itu. Tapi anehnya, sahabatnya itu menganggap jambu-jambu yang jatuh itu adalah salju.
            Saat itu Gynan cukup panik. Tapi dia tak kehabisan akal untuk kembali membalas. Gynan yang terlihat ketakutan mengambil posisi tiarap sampai akhirnya badai salju itupun berhenti. Sahabat gadisnya itu sangat terlihat panik dan merasa bersalah. Gynan ingat betul bagaimana ekspresi wajah lucu sahabatnya itu.
            Tanpa disadari, Gynan tersenyum sendiri mengingat kejadian menggelikan itu. Heeehh. . .rasa rindu begitu menjalari seluruh peredaran darahnya. Tapi, sekarang sudah berbeda.
            “Berbeda sekali…semuanya sekarang beda…banyak yang berubah…semoga kamu tidak…” Kata-kata beruntun yang terucap begitu tenang. Perlahan. Terbata-bata. Ada sesuatu yang menyesakkan di setiap jedanya. Kata-kata itu tidak berlanjut, Gynan menelan ludahnya yang tawar. Terasa sakit sekali didadanya. Gynan merasakan perihnya kembali. Perpisahan 3 tahun yang lalu adalah perpisahan terberatnya. Gynan masih sangat ingat, perpisahan itu bukanlah perpisahan yang baik melainkan perpisahan yang buruk, karena berpisah dalam hubungan yang tidak baik dan dibumbui pertengkaran hebat.
 Lalu Gynan memilih untuk memejamkan matanya, menahan perih. Sementara itu, tangannya menggenggam kotak kecil berwarna merah. Menggenggamnya semakin erat. Tak terduga ada bulir bening yang meleleh di sudut matanya.
***
            Tangan kanan yang melentang itu menyentuh rimbunan kelopak bunga matahari. Sambil memejamkan matanya, Alika sibuk menciumi ini-itu.
            “Hm..aroma bunga matahari plus aroma segar jambu air…” Alika menempelkan segerombol jambu air yang ia bawa ke hidungnya.

            “Di tambah lagi aroma kuaci yang sadaap..! hm…nyam-nyam…” tambah Alika sambil menutup matanya dan masih mengendus-endus. Dia begitu menikmati perpaduan bau-bau itu.
Keberadaannya di tengah-tengah kebun bunga matahari membuatnya sulit terlihat. Karena dia memakai dress warna kuning-orange dan menggunakan pernak-pernik bunga matahari. Seperti jepit rambut bunga matahari, gambar dibajunya, gelangnya, hingga sepatu yang ia pakai berhiaskan aksesoris bunga matahari. Gadis ini memang sangat menyukai bunga matahari.
***
            Langkah itu tergesa-gesa, namun kemudian menjadi sangat pelan dan hati-hati. Kedua kaki yang menggunakan sepatu balet berwarna putih itu terus melangkah menuju kearah selatan. Gadis yang memakai sepatu itu tampak ceria, sesekali langkahnya berjingkat. Memandangi jutaan bunga matahari yang bertebaran di tanah luas itu. Matanya makin berbinar ketika disambut dengan puluhan kupu-kupu yang beterbangan disekitarnya. Entah mengapa gadis ini terlihat sangat rindu pada tempat itu.
            Kunjungannya kali ini akan digunakan sebagai pengobat rasa rindunya…rasa rindu yang telah terkubur 3 tahun yang lalu. Tapi, disela-sela keceriannya saat itu, terselip raut wajah yang datar. Entah merasa kecewa, menyesal atau prihatin. Yang ia tahu, semuanya sangat berubah… gadis bernama Leony itu menghentikan langkahnya lalu menatap lama ke arah jutaan bunga matahari yang mekar dengan semangatnya.
            Leony sangat ingat bagaimana kondisi 3 tahun yang lalu di saat perpisahan itu. Tanah luas ini dulu adalah tanah lapang yang hanya terdapat jutaan bunga ilalang yang putih bersih bersebaran dimana-mana. Kini tak ada lagi yang tersisa. Hanya bunga-bunga matahari setinggi bahu orang dewasa yang tumbuh dengan suburnya dan kupu-kupu yang terkadang hinggap dikepalanya.
            Leony meneruskan langkahnya yang tadi sempat terhenti. Berjalan tenang dengan senyum yang terbit diwajahnya. Namun dalam fikirannya, terus berkejaran mengingat kembali saat-saat 3 tahun silam. Bernostalgia dengan tempat itu.
            Tak lama ia melangkah, Leony kembali berhenti. Pandangannya kini tertuju kearah 10 meter didepannya, dimana di sanalah tumbuh dan berdirinya pohon jambu air. Raut wajahnya berubah menjadi ragu. Akankah ia meneruskan langkahnya? Menuju pohon jambu air yang penuh dengan berjuta kenangan masa lalunya, tempat dimana perpisahan itu terjadi??
            Namun kakinya tetap kukuh melangkah walau perlahan.
            “Agen Neptunus…??” kata-kata itu terucap begitu saja dari mulut Leony ketika melihat seseorang sedang berbaring di atas pohon jambu. Walau suaranya pelan, namun seseorang di atas pohon itu cukup jelas mendengar suara itu.
            Gynan…ya, dia mendengar dengan jelas suara Leony. Seketika matanya terbuka dan jantungnya berdegub kencang. Namun dia belum yakin kalau itu suara Leony yang menyapanya dengan sebutan ‘agen neptunus’. Nama panggilan mereka dulu. Tapi, entah apakah Leony sengaja memanggilnya atau hanya kata yang keluar tanpa bisa dikontrol?
            “Serangan badai salju…??” mata Leony masih belum berkedip mengamati sesuatu di atas pohon itu. Kata-kata yang ia ucapkanpun keluar begitu saja dan belum ia sadari.
            Mendengar suara yang kedua kalinya, Gynan makin yakin. Ia menegakkan duduknya. Karena saking kagetnya, Gynan hamper jatuh. Untung saja tangannya cekatan memegang dahan disampingnya sehingga menggoyangkan seluruh dahan yang lainnya. Belum sempat dia membenarkan posisi duduknya, pandanganya tertumbuk pada sosok indah yang berdiri dengan mata beningnya tak jauh dari pohon jambu.
            “Agen Neptu…nus…??” kata-kata yang sama terulang lagi. Tapi kali ini bukan dari Leony. Dari Gynan…
            Rasanya Leony ingin mengambil aba-aba ‘balik kanan grak.!!’ Lalu lari secepatnya meninggalkan tempat itu sambil nangis-nangis nggak jelas. Namun ternyata dia tak bisa melakukan itu. Kaki Leony bagai tertancap erat di tanah itu. Dan dia hanya bisa diam terpaku pada posisi ‘siap grak..!’
            “Leony.? Tunggu-tunggu…!” Gynan berucap dengan terburu-buru sambil merosot turun dari pohon jambu dengan tergesa. Padahal seharusnya walaupun Gynan turun dari pohon itu menghabiskan waktu yang lama tanpa mengharapkan Leony menunggunya, Leony tidak akan pergi. Karena ia tak mampu melangkahkan kakinya.
            “Ka…kamu sejak kapan ada di sini?” kalimat itu ayng terucap dari Gynan setelah mengumpulkan tenaga dan berhasil berdiri dengan tegak dihadapan Leony yang masih bungkam.
            “A…a-ku.?” Leony menunjuk dirinya sendiri, berusaha meyakinkan bahwa benar dirinya yang dimaksud gynan.
            “Iya…kamu…” Gynan memberikan kepastian dengan nada canggung.
            “Owh…baru saja.” Senyum tulus mengembang diwajah Leony.
            “Kamu kok bisa ada di sini?”
            “Radar neptunus mungkin..?” Leony membentuk jari kedua tangannya seperti antena dan ia letakkan diatas kepalanya. Gynan refleks langsung mengikuti gerakan Leony. Dia juga membentuk antena sebagai gerak isyarat yang menandakan radar Neptunus.
            Dulu, sewaktu mereka masih kecil, mereka mempunyai gank beranggotakan 3 orang. Gank itu diberi nama Aquarius, karena mereka semua berzodiak Aquarius. Dan dulu mereka yakin dengan adanya dewa Neptunus sang dewa air.
            “Bukan…bukan mungkin. Ini memang radar Neptunus.” Sahut Gynan mantap.
            Beberapa detik kosong. Masing-masing hanya saling diam dan hanya mata yang berpandangan. Bagai menemukan oasis yang pernah hilang selama 3 tahun ini. Lalu Gynan menarik tangan Leony. Menuntunnya duduk di bawah pohon jambu itu. Leony hanya menurut tanpa protes apapun. Tak cukup tenaganya untuk sekedar menolak ajakan lelaki yang pernah menjadi sahabat sekaligus kekasihnya itu.
            Lama Leony terdiam menahan pelupuk matanya yang berat dan hangat. Banyak detik ia lalui dengan menatap kesekeliling, ke arah lain. Menyembunyikan raut wajahnya yang berubah.
            “Ini…” kata yang terucap dari Gynan itu terdengar menggantung.
            Leony mengereyipkan matanya ketika melihat kotak kecil berwarna merah yang Gynan tunjukkan. Apa lagi ketika Gynan membuka kotak itu, Leony makin terkejut. Benda itu sangat bersejarah baginya. Namun sudah tak bersamanya lagi sejak bertahun-tahun silam.


            “Ini…aku berikan lagi untuk kamu…”
            “Tapi…ini…”
            “Ini milikmu..!” potong Gynan dengan nada yang tak tahu mengapa bisa berubah tegas.
Napas Leony jadi tak menentu, sesak sekali rasanya. Dadanya masih naik turun dan terdengar isakan kecil.
“Ini aku berikan untuk yang kedua kalinya…dan tak akan pernah ada untuk yang ketiga kalinya, jadi ku mohon terimalah…” ucap Gynan dengan lembut dan berbisik.
Butir yang ketiga jatuh meluncur di pipi Leony. Bergetar tangannya ketika menyentuh benda itu lagi. Pita merah yang dulu pernah menjadi miliknya. Namun dulu harus berpisah dan ia kembalikan pada Gynan.
“Nah, kamu cantik seperti itu…” puji Gynan tulus sambil mengusap air mata di pipi Leony setelah pita merah itu kembali dikenakan di rambut Leony.
“Aku kangen sama kamu yang dulu, kita yang dulu, semua yang dulu…” Gynan berucap sambil memandang bunga-bunga matahari. Sementara Leony masih belum mampu berkata-kata.
“Tapi…kenapa tempat ini jadi kebun bunga matahari ya? Padahal, dulu yang kita lihat hanyalah bunga-bunga ilalang putih.”
“Ku rasa, semuanya memang berubah bersama berjalannya waktu. Mungkin pemilik semua lahan ini bosan melihat ilalang yang itu-itu saja. Ingin mencari yang baru…” jawab Leony sekenanya.
“Hm…Alika. Ya, dia yang dulu paling heboh ingin memiliki semua lahan ini. Agar kita bisa bermain di sini sepuasnya. Kalau sekarang dia ada di sini pasti dia senang melihat bunga matahari sebanyak ini.”
“Dia di mana ya.?” Ada rasa sesak di dada Leony ketika melontarkan pertanyaan itu. Dia tahu bahwa Alikalah dalang dari perpisahan tragis antara dirinya dan Gynan.
Tak disadari oleh keduanya. Dari rimbunan pohon bunga matahari ada seseorang yang mengamati. Dia menarik dan menghembuskan napas berat untuk mengumpulkan seluruh tenaganya sebelum memberanikan diri keluar dari rimbunan.
“Haii…!! Kejutaan…!!”
Sontak Gynan dan Leony benar-benar terkejut. Lalu menatap aneh pada makhluk yang keluar dari kebun bunga matahari.
“Peri bunga matahari…??” Tanya Gynan, entah pada dirinya sendiri, pada Leony atau pada makhluk itu.
Yah…mirip…” tambah Leony yang matanya tak berhenti mengamati gadis yang pakaiannya dari atas sampe bawah penuh dengan pernak-perbik bunga matahari.
“Tapi kok nggak ada sayapnya..?”
“Sialan kalian…!! Bukannya disambut dengan ceria malah diejekin…” omel Alika. Gadis itu.

“Itu bukan ejekan, itu pujian…” gelak tawa seketika pecah diantara Gynan dan Leony. Sedangkan Alika masih bersungut kesal.
“Kalian kok bisa ada di sini?” Tanya Alika.
“Radar Neptunus..!!” Gynan dan Leony kompak menjawab sambil membentuk antenna dikepalanya.
“Wah, jadi kita bertemu karena radar Neptunus…?” Alika ikut-ikutan membentuk antenna.
Alika lalu berjalan mendekat kearah Gynan dan Leony. Berpelukan dengan Leony dan saling mengucapkan rasa rindu serta kata-kata lainnya. Terlepas dari pelukan Leony. Gynan kemudian memeluk Alika sembari berkata…
“Kamu cantik banget, beneran kayak peri bunga matahari. Kamu kuat, tegar dan kokoh seperti bunga matahari itu. Tumbuh tinggi tanpa ragu dan memunculkan bunga yang begitu mengagumkan…aku bangga sama kamu…” Gynan mengucapkan kata-kata itu sangat pelan dan seolah tulus dari hatinya. Alika mendengarnya dengan jelas. Bahkan napas Gynan terasa berhembus ditelinganya dan suara itu bergetar.
Alika sangat bahagia saat itu. Ia sungguh tak menyangka dapat bertemu dengan kedua sahabatnya itu. Dan terlebih Gynan mengucapkan kalimat yang membuat perasaannya tenang itu.
Namun, baru saja Alika merasakan bahagia, tiba-tiba ia malah terkejut. Pita merah itu. . .telah tersemat kembali di rambut Leony. Sesak sekali. Alika hanya bisa menelan ludahnya yang bagai menelan sebutir bakso yang belum sempat terkunyah. Sakit sekali.
“Woe…! Apaan nih.??”
Alika terkejut sadar dari lamunanya ketika mendengar teriakan Gynan. Dan ternyata tangan kanannya yang memegang buah jambu air dan sekantong kuaci sudah diangkat tinggi-tinggi di udara oleh Gynan.
“Eiit…ok ok, aku jelasin, jadi aku harap kalian duduk yang manis ya…” gaya berbicara Alika sudah benar-benar mirip dengan peri yang akan memberikan petuah pada dua sejoli itu. Setelah Gynan dan Leony duduk, Alika mulai menjelaskan.
“Ini buah jambu air yang paling merah, paling besar, paling manis, paling segar, paling…”
“Paling bohong.!!” Potong Leony sambil cekikikan.
“Hu-uh, dengerin dulu.!” Kesal Alika.
“Leony sayang…dengerin aja dulu, nurut sama peri, kasian tuh perinya ngambek…” ujar Gynan yang juga ikut cekikikan.
Deegg..!!
Jantung Alika serasa copot mendengar dua kata pertama yang diucapkan Gynan. “Leony sayang…??” ulangnya dalam hati. Sakit lagi yang ia rasakan. Alika sadar, ia terlalu cemburu pada kedua sahabatnya itu. Tapi ia tak bisa bohong. Sampai saat ini, rasa itu masih sama pada Gynan. Rasa cinta.

Alika juga ingat, dialah yang menyebabkan pertengkaran diantara Gynan dan Leony saat perpisahan kala itu. Gynan dan Leony mungkin juga tahu tentang itu. Tapi mereka bersikap biasa saja saat ini. Itu yang membuatAlika sedikit merasa lega.
“Woe.! Kok bengong sih? Lanjut dong.” Ujar Gynan dengan mata berbinar. Alika merasakan obat penenang hatinya dari tatapan mata Gynan. Alika langsung bersemangat untuk cerita lagi.
“Nah, yang ini adalah kuaci, snack untuk hari ini…”
“Eh, tunggu-tunggu. Dari mana kamu dapat jambu air? Kan sekarang nggak berbuah.” Tanya Leony sambil mendongakkan kepalanya kearah rimbunnya daun jambu.
“Owh, begini, buah jambu ini aku ambil dari neri peri khusus buat kalian sahabat-sahabatku. Dan aku sebagai peri bunga matahari, makanya aku udah siapain kuaci paling lezat untuk tamu-tamu terhormatku yang sudah mau singgah di kebunku…”
“Haa?? Kebun kamu?? Maksudnya? Kok aku jadi nggak ngerti sih?” pertanyaan beruntun dari Gynan.
“Begini kawan-kawanku…perhatikan ya, jangan sampai satu katapun yang kalian lewatkan. Ini…dari sini ke sana, dari sana ke sana lagi, semuanya milikku, kebunku… taraa…!!” jelas Alika dengan bersemangat dan berakhir dengan posisi kedua tangan melentang, kaki kanan ditekuk ke atas dan tampang wajah unyu.
“Ha? Beneran??” Gynan langsung loncat dan memeluk Alika. Leony terperanjat, Alika pun kaget.
“Gak nyangka keinginan kamu kesampaian juga, selamat yaa…berarti kita bisa sepuasnya di sini dong.??” Ujar Gynan dengan ceria.
“Em, eh, iya.” Alika melepaskan pelukan itu ketika melihat perubahan raut wajah Leony dan pita merah yang menyesakkan dadanya itu.
“Udah deh, ayo kita nikmati makanan yang tersedia dari kebunku ini, dibawain peri cantik lagi, haha…” Alika terkekeh sendiri disusul Leony dan Gynan.
Alika buru-buru meletakkan jambu air yang sudah ia gigit dan langsung membentuk antenna dikepalanya lalu berteriak, “Radar Neptunuuus…!!”
Gynan dan Leony mengikuti gerakannya dan juga sama-sama mengucapkan “Radar Neptunuuss…!!”
Begitulah ketiga sahabat Aquarius itu bisa bersama lagi, ceria algi. Dengan bersama-sama membentuk antenna radar Neptunus, bersatulah kembali ketiga sahabat Aquarius itu.

Namun ada satu yang tak bisa merasakan kebahagian sepenuhnya. Alika…ia harus menutupi lagi semua rasanya, semua cintanya. Demi persahabatan yang jauh lebih indah dari segalanya. Karena bagaimanapun juga, pita merah lambing cinta Gynan pada Leony, pita merah yang sangat ia inginkan bisa merekat dirambutnya telah tersemat abadi dan kembali pada pemiliknya…Leony...*ET

2 komentar: