Catatan Harian 27 Juli
2015
Hal asyik yang
mengakrabkan keluarga, membiasakan kerja sama, membuat kita mengenang diri yang
dulu, sekaligus melelahkan adalah membongkar isi rumah. Bukan untuk mengubah
apa yang sudah tertata lama, tapi memisahkan mana yang tak perlu ada lagi. Ya
memang harus disingkirkan.
Saya memisahkan
baju-baju lama, buku-buku lama, serta barang-barang mungil lainnya. Hal yang
saya suka dari kegiatan ini adalah penemuan besar tentang masa lalu. Ya, masa
lalu yang ditemukan kembali.
Ada beberapa buku tulis
tipis yang sudah kucel, tapi isinya sungguh luar biasa, saya akan sangat
menyesal jika buku-buku itu hilang. Buku-buku itu adalah tempat saya
mencoret-coretkan sketsa ide tulisan ketika SMA dulu. Buku yang lusuh karena
seringnya saya gulung dan lipat. Kubawa ke mana-mana, mulai dari ruang kelas,
kantor, laboratorium, perpustakaan hingga kantin. Banyak macam noda menghiasi
tulisanku yang awut-awutan. Entah itu karena terjatuh di tanah, terkena kecap,
sambal dan saus bahkan tumpahan air sup saat di kantin. Hahaha… konyol sekali
buku itu. Label ‘rapi’ sama sekali tidak pantas untuk buku itu walau pun saya
yang memilikinya.
Jujur, saya merasa ilfeel
dan malu membaca isinya. Tulisan yang dulu saya jago-jagokan, sekarang tampak
seperti sampah. Itu tandanya saya sudah berkembang pesat, bukan? Oke, ada
tulisan lain yang sangat mengejutkan, dalam selembar kertas yang sudah teremas
dan kaku. Seperti ini isinya, tanpa saya ubah, kurangi atau lebihkan satu huruf
pun:
Buat kakak yang beku
Ku
tulis beberapa kalimat
di
hamparan secarik kertas putih
ku
torehkan tinta hitam tuk mengungkap rasa
dan
harapan kepada sang kakak
yang
tak tahu berada dimana
atau
mungkin dia tiada
inginku,
impiku, harapku kutuliskan… (cukup sampai di sini, hehe)
Saya rasa tidak perlu
dilanjutkan lagi karena panjaang… sekali. Mungkin kalian yang baca tulisan di
atas akan protes, penulisannya banyak yang salah! Memang. Kan saya tidak
mengubah, menambah atau mengurangi satu huruf pun. Maklum, namanya juga tulisan
tangan yang tidak bisa diedit. Sekarang pun masih begitu tulisan tanganku.
Lucu ya tulisannya?
Saya sampai geli sendiri membacanya. Kacau, berantakan, bahasanya datar-datar
saja. Tapi ya… begitulah dulu saya bisa merasa puas setelah menuliskannya.
Barang lama yang
merangkap jadi harta karunku, menjadi layak disimpan dalam museum tulisanku.
Sungguh penemuan yang luar biasa, bagaimana menggambarkan di level mana saya
dulu berada. Untuk itulah saya tidak pernah meremehkan tulisan siapapun sejelek
apapun itu.*ET
Tidak ada komentar:
Posting Komentar