Sabtu, 22 Agustus 2015

Untitled



Kali ini saya akan dongengkan sebuah kisah dari Kastil Elektra. Tentang kegelisahan seorang tahanan di bui Istana. Lelaki kurus dengan wajah yang tirus, tampak tua dari usianya akibat terlalu banyak tergerus derita. Tentu dia bukan satu-satunya yang bersalah. Banyak pula rakyat jelata yang terkena imbas kemurkaan si Raja tak beristri. Ya, Raja yang memimpin tanpa Ratu. Mungkinkah dia menjadi pemimpin yang tamak karena tak memiliki pendamping? Ah, rakyat seperti kami tak berhak berpendapat.

Sebuah sidang dilakukan sesuai jadwal yang ditentukan semena-mena. Sidang dilakukan di bui bawah tanah kerajaan. Menentukan siapa yang harus mati dan siapa yang masih layak untuk bernapas. Tapi semua tahanan tetap bergeming. Si lelaki kurus terseok diseret ke tengah ruang. Waktunya telah tiba, ia didakwa seorang diri.

Cukup sekali Raja bertanya, “apakah kau ingin tetap hidup?” Lengang. Suara angin berhembus terasa mengerikan.

Sekejap waktu diberikan. Si lelaki kurus sibuk memikirkan untung dan rugi. Sementara tahanan lain dengan tegas mengatakan “tidak!” Sebuah dilema besar membayangi si Munafik. Ah, tidak! Dia tidak munafik! Tapi dia memegang kelangsungan hidup banyak umat. Ia tak boleh mati, ia harus tetap hidup untuk merumuskan pemberontakan. Walau memang… bayang-bayang kedamaian saat mati begitu menggiurkan dari pada berurusan dengan tingkah polah manusia. Ia ingin berhenti.

Tak ada jawaban, dia memang licik, membiarkan sang Raja menyimpulkan sendiri. Dalam detik-detik terakhir dia bergetar hebat dalam senyum cerdiknya yang menjawab segalanya.


(Anda mengerti tulisan ini? Saya tidak!)*ET

Tidak ada komentar:

Posting Komentar