Kali ini saya akan dongengkan
sebuah kisah dari Kastil Elektra. Tentang kegelisahan seorang tahanan di bui
Istana. Lelaki kurus dengan wajah yang tirus, tampak tua dari usianya akibat
terlalu banyak tergerus derita. Tentu dia bukan satu-satunya yang bersalah.
Banyak pula rakyat jelata yang terkena imbas kemurkaan si Raja tak beristri.
Ya, Raja yang memimpin tanpa Ratu. Mungkinkah dia menjadi pemimpin yang tamak
karena tak memiliki pendamping? Ah, rakyat seperti kami tak berhak berpendapat.
Sebuah sidang dilakukan
sesuai jadwal yang ditentukan semena-mena. Sidang dilakukan di bui bawah tanah
kerajaan. Menentukan siapa yang harus mati dan siapa yang masih layak untuk
bernapas. Tapi semua tahanan tetap bergeming. Si lelaki kurus terseok diseret
ke tengah ruang. Waktunya telah tiba, ia didakwa seorang diri.
Cukup sekali Raja
bertanya, “apakah kau ingin tetap hidup?” Lengang. Suara angin berhembus terasa
mengerikan.
Sekejap waktu diberikan.
Si lelaki kurus sibuk memikirkan untung dan rugi. Sementara tahanan lain dengan
tegas mengatakan “tidak!” Sebuah dilema besar membayangi si Munafik. Ah, tidak!
Dia tidak munafik! Tapi dia memegang kelangsungan hidup banyak umat. Ia tak
boleh mati, ia harus tetap hidup untuk merumuskan pemberontakan. Walau memang…
bayang-bayang kedamaian saat mati begitu menggiurkan dari pada berurusan dengan
tingkah polah manusia. Ia ingin berhenti.
Tak ada jawaban, dia
memang licik, membiarkan sang Raja menyimpulkan sendiri. Dalam detik-detik
terakhir dia bergetar hebat dalam senyum cerdiknya yang menjawab segalanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar